Satelit komunikasi terbaru, yang diluncurkan dan dioperasikan oleh miliarder layanan SpaceX milik Elon Musk, mulai melecehkan ruang angkasa Indonesia dengan niat meluncurkan layanan internet berkecepatan tinggi di Asia pada akhir 2021 atau awal 2022. Puluhan ribu satelit mini akan memperumit ruang bekerja, dengan banyak keuntungan – tetapi juga kerugian. – Dibandingkan dengan satelit konvensional atau satelit teknologi terbaru, HTS (satelit berkapasitas tinggi) adalah tren. Semuanya berbeda, misalnya dengan satelit Nusantara 1 dari Pacific Satellite Nusantara (PSN) atau Satria 1 dari Bakti Kominfo yang diluncurkan pada 2023, Berita Gadget
Starlink hanya memiliki bobot antara 227 hingga 260 kg, sedangkan satelit kelas HTS Satria 1 memiliki bobot 4,6 ton. Ketika Starlink diluncurkan ke langit oleh roket Falcon9 SpaceX, ketika hanya satu atau dua satelit kelas Satria diluncurkan, Starlink secara bersamaan dapat menghasilkan 60 satelit dan menjadi 400 satelit sekaligus menggunakan roket StarShip. SpaceX Services, anak perusahaan SpaceX, telah menerima persetujuan dari Federal Communications Commission (FCC) dan International Telecommunications Union (ITU) untuk mengorbit 42.000 satelit Starlink pada tahun 2027. Berita Teknologi
Perbedaan keduanya juga adalah sebagai satelit GEO (Geosynchronous Earth Orbit), Satria berlabuh di orbit yang sangat tinggi, 36.000 kilometer di atas Bumi, dan tidak keluar orbit. Ia bergerak dengan kecepatan 2,6 kilometer per detik atau 9.360 km per jam untuk tetap di atas titiknya di Bumi pada 146 derajat bujur timur.
Satelit Starlink dikirim pada ketinggian rendah, LEO (Low Earth Orbit), antara 200 kilometer dan 2.000 kilometer dan tidak stasioner. Mereka bergerak terus menerus dengan kecepatan tinggi dan mengedarkan bumi dalam 90 menit dan tidak sinkron dengan rotasi bumi. Oleh karena itu, diperlukan satelit tambahan untuk melayani landmark di orbit yang sama, kata Kanaka Hidayat, pakar satelit di Mastel (Perusahaan Telematika Indonesia). Berita Sepakbola